Sabtu, 26 Maret 2011

Cita-Cita Dalam Perjuangan

Perjuangan itu susah
tapi jangan resah
buat saja menjadi mudah
agar langkahmu tak gelisah

kawan kita masih muda
jangan hanya di isi dengan noda
tapi isi dengan doa
biar jalan kita menjadi lega

kawan seperjuangan
gantungkan angan-angan
dan terbang bebas seperti layangan
jangan hanya bisa jadi bayangan

tapi harus kita gapai dengan sempurna
agar kita menjadi manusia yang punya nama
bukan hanya bisa nganga
tapi harus bisa menjadi contoh yang baik untuk sesama.....

Jumat, 25 Maret 2011

Pandangan Al-Tusi dan Ajarannya Terhadap Manusia


Al-tusi adalah seorang ilmuwan serba bisa yang sudah tidak diragukan lagi banyak sekali kontribusinya pada dunia ilm pengetahuan tapi dia juga adalah salah satu filsuf hebat dari islam yang terlahir dari Persia dan beliau filsuf sosio-politik islam jadi pada pandangannya terhadap manusia tidak jauh dari sosio-politik. Al-tusi sendiri banyak dipengaruhi oleh Aristoteles, Al-farbi dan tradisi Iran (syiah) dan dalam agama Al-Tusi mengadopsi ajaran-ajaran neo-Platonik Ibnu Sina dan Suhrawardi, yang keduanya ia sebut, demi alasan-alasan taktis, “orang bijak” (hukuma) bukan sebagai Filsuf, hanya saja ia sedikit berbeda dengan ibnu sina dalam pendapatnya tentang eksistensi  kepada tuhan, Al-tusi juga bermaksud menggabungkan filsafat dan fikih berdasarkan pemikiran bahwa perbuatan baik mungkin saja didasarkan atas fitrah atau adat. Fitrah memberikan manusia prinsip-prinsip baku yang dikenal sebagai pengetahuan batin dan kebijaksanaan. Sedangkan adat merujuk pada kebiasaan komunitas, atau diajarkan oleh seorang nabi atau imam, pada hukum Tuhan, dan ini merupakan pokok bahasan fikih. dibawah ini adalah pandangan dan ajarannya Al-tusi mengenai manusia.

Al-Tusi, pertama-tama mengkaji tentang kemanusiaan sebagai tahap awal munculnya politik dalam diri manusia, kemudian Ia juga membahas bagaimana fitrah manusia sebenarnya, dsb. Dan yang kedua adalah tentang masyarakat politik, dia akan menjelaskan elemen-elemen masyarakat politik seperti adanya kerja sama dalam bidang ekonomi, elemen keadilan, dan bahkan elemen cinta. Untuk itulah disini akan kita lihat pemikiran sosio-politiknya yang khas. Kemudian setelah terbentuk masyarakat politik, Tusi juga menjelaskan adanya kelompok masyarakat dengan status yang berbeda berdasarkan kemampuan dan usaha mereka masing-masing. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pandangan Aristoteles. Dan kesemuanya itu akan sangat jelas dan khas dalam pandangannya tentang Negara aktual yang bercorak Nasihat kepada Raja atau pemimpin, yang mengisyaratkan adanya sebuah “persatuan spiritual” dalam mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. 

Pemikiran tentang Kemanusiaan, Pemikiran al Tusi tentang kemanusiaan sebagai jalan tengah antara tingkatan intelektual dan spiritual yang lebih tinggi dengan tingkatan lahir yang fana. Ini mirip dengan pemikiran Al Farabi, bahwa setiap orang mampu mencapai kebahagiaan abadi, tergantung pada upaya pribadinya masing-masing. Pandangan tentang kebebasan manusia ini berjalan seiring dengan pandangan keluhuran fitrah manusia. Menurutnya manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk paling mulia, akan tetapi kesempurnaanya menjadi tanggung jwab penalarannya sendiri yang merdeka.

Mengenai kecenderungan moral manusia, al Tusi menyatakan bahwa sebagian manusia menurut fitrahnya baik, sedangkan yang lain baik menurut hukum agama”. Dia menyimpulkan bahwa kesejahteraan manusia membutuhkan; pertama, pengaturan dunia materi oleh akal, melalui seni dan ketrampilan. Kedua, ia membutuhkan pendidikan, disiplin dan kepemimpinan. Menurutnya manusia pada awal penciptaanya diadaptasikan dengan dua keadaan ini, yaitu fisik dan intelektual, sehingga diperlukan para nabi dan filsuf, imam, pembimbing, tutor dan instruktur.

Bahasan paling unik adalah penjelasannya tentang asosiasi manusia dengan “cinta”, yang menurutnya memainkan peran lebih sentral dari pada teori sosial Islam yang lainnya. “Cinta” melahirkan kehidupan yang beradap (tamadun) dan persatuan sosial. Baginya cinta merupakan “penghubung semua masyarakat”. Cinta mengalir dari fitrah manusia itu sendiri. (Mungkin ini dambil dari gagasan neo-Platonis). Menurutnya semakin kita tersucikan, semakin kita menjadi subtansi-subtansi sederhana yang mengetahui bahwa “tidak ada perbedaan antara memaknai atau mengabaikan sifat fisik” dan bahkan mencapai “kesatuan batin” melalui cinta satu sama lain. Sebagai contoh, disini Al Tusi memandang umat Islam terdiri atas asosiasi tunggal, sebagaimana pengertian Aristoteles. Sikap saling membantu dan mencintai serta kerja sama membimbing manusia untuk mencapai kesempurnaan. Hal ini secara tidak langsung melahirkan kemanuggalan semua orang pada Manusia Sempurna, sebagaimana diajarkan dalam doktrin Syiah Ismailiyah. Disini dapat kita lihat sepertinya Al Tusi telah berhasil dalam mengintegrasikan pemikiran Aristoteles dan Syiah secara lebih mendalam.

Rabu, 23 Maret 2011

Bencana Tsunami Jepang dan Kaitannya Dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)


Gempa bumi yang berkekuatan 8,9 SR berpusat di kedalaman 24,3 km sekitar 130 km di sebelah timur Sendai di pulau utama Honshu yang terjadi di jepang dan di ikuti oleh tsunami yang terjadi pada hari Jumat 11 Maret 2011 sekitar pukul 15:00 waktu tokyo telah banyak memakan korban sekitar 2000 jiwa, Walau jepang terkenal dengan teknologinya tetapi yang namanya bencana tak dapat dielakan karena itu semua adalah kehendak yang maha kuasa, tetapi bencana ini telah membuat duka bagi dunia karena sodara-sodara kita mendapatkan cobaan yang begitu berat dan mereka tenggelam dalam kesedihan karena kehilangan sanak keluarga yang mereka sayangi begitu pula dengan harta benda mereka, dan merekapun mengalami trauma yang dalam.
Dalam tragedy ini mereka mengalami trauma yang disebut dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), Post Traumatic Strees Disorder atau PTSD ialah reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. Pengalaman traumatis ini merupakan pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan mengancam jiwa seseorang salah satunya di akibatkan oleh bencana alam seperti yang terjadi di jepang para korban mengalami PTSD karena mereka merasakan bagaimana mencekamnya dan mengerikannya tsunami tersebut terutama para korban yang sanak keluarganya meninggal akibat kejadian itu dan para anak-anak yang menjadi yatim atau piatu.
Gangguan stress (PTSD) ini memungkinkan terjadi pada waktu yang lama bisa bebulan-bulan, bertahun-tahun untuk sembuh atau untuk seseorang normal kembali dan stress ini bisa saja tidak terjadi langsung saat kejadian bisa sebulan setelahnya atau setahun setelah kejadian tersebut, seseorang akan didiagnosa mengalami PTSD bila setelah periode yang cukup panjang, ia tak mampu kembali ke fungsinya yang semula, dan terus dicekam oleh pengalaman-pengalaman mengganggu dan ini adalah salah satu tugas para psikolog untuk membantu memulihkan lagi mental para korban agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan trauma yang mendalam karena kejadian ini akan sangat mempengaruhi kesehatan mental para korban dan kondisi emosionalnya.
Gejala-gejala yang terjadi pada penderita PTSD antara lain seseorang mengalami frekwensi, ingatan yang tidak diinginkan menimbulkan kembali peristiwa traumatik. Mimpi buruk adalah biasa. Kadangkala peristiwa hidup kembali sebagaimana jika terjadi (flashback). Gangguan hebat seringkali terjadi ketika orang berhadapan dengan peristiwa atau keadaan yang mengingatkan mereka kepada trauma asal, misalnya apabila korban tsunami dan gempa ini apabila di dekat laut mereka akan teringat kembali pada kejadian tersebut mungkin mereka dengan tiba-tiba akan berteriak histeris dan sambil menangis.
Langkah-langkah dalam pengobatan atau pemulihan ada beberapa misalnya pada korban tsunami jepang ialah dengan melakukan terapi misalnya :
Ø  Terapi behavior yang dapat menanggulangi rasa takut pada korban terutama anak karena perjalanan mereka masih sangat panjang.
Ø  Terapi kognitif yang dilakukan dengan cara si penderita (korban) bercerita terapi ini bisa membantu mengurangi kenangan buruk masa silam.
Ø  Terapi psikodinamik yaitu memaparkan kembali penderita terhadap peristiwa traumatik namun dengan lingkungan yang lebih mendukung. Dengan terapi ini, penderita akan memahami perasaan sadar dan tak sadar terhadap peristiwa yang mempengaruhinya tersebut dan belajar menerima kondisi.
Ø  Terapi medis dengan pemberian obat penenang atau obat anti depresann dapat membantu untuk mengobati gangguan-gangguan kecemasan lainnya. Namu terapi ini kurang efisien bagi korban karena korban akan beranggapan bahwa mereka bisa tenang akibat obat bukan dari mereka sendiri dan terapi ini tidak menyembuhkan secara total.
Dalam kejadian ini pun korban di anjurkan untuk tidak memakan makanan yang dapat memancing stres (PTSD) itu sendiri misalnya kafein (kopi, coklat, teh hitam, dan kola) dan alcohol, serta menyeimbangkan kadar gula agar mood tetap terjaga dan memakan sayur-sayuran, tapi sebenarnya bukan hanya itu yang di butuhkan bagi korban tsunami jepang ini kita pun sebagai sesama harus membantu mereka bangun kembali, membangun rasa percaya dirinya serta membantu melupakan apa yang telah terjadi dan mengikhlaskannya dari musibah yang menimpanya yang berat walau sulit tapi segalanya dapat tercapai apabila di lakukan dengan usaha yang gigih terutama perhatian pertama kita tunjukan untuk para ibu dan anak-anak yang perasaannya lebih sensitive dan bagi mereka yang di tinggalkan keluarga semoga jepang dapat bangkit kembali agar mereka dapat hidup dengan normal lagi dalam menjalani kehidupan mereka.

Selasa, 22 Maret 2011

THE DEPARTED




Leonardo DiCaprio memerankan tkoh William "Billy" Costigan Jr, seorang Trooper Negara sedang menyamar menjadi salah satu anak buah Costello.,Matt Damon sebagai Colin Sullivan Sersan detektif sekaligus menjadi informan Costello di Unit Penyelidikan Khusus, Jack Nicholson sebagai Francis "Frank" Costello, bos sadis dari Irlandia massa Boston.

Mark Wahlberg sebagai Staf Sersan Sean Dignam, kedua perintah unit menyamar, Martin Sheen sebagai Kapten Oliver Charles Queenan Komandan unit menyamar. Vera Farmiga sebagai Dr Madolyn Madden, psikiater kerja dan pacar baik Costigan dan Sullivan. Ray Winstone sebagai Arnold "Frenchy" Perancis, Costello consigliere. 

Alec Baldwin sebagai George Ellerby Kapten, Komandan SIU tersebut, Anthony Anderson sebagai Trooper Brown, anggota SIU dan Teman-teman sekelas Costigan di Akademi MSP., James Badge Dale sebagai Trooper Barrigan, anggota SIU itu, itu teman sekelas Sullivan di akademi dan lainnya informan Costello, David O'Hara sebagai "Fitzy" Fitzgibbons, salah satu's penegak Costello, Mark Rolston sebagai Timotius Delahunt, salah satu's penegak Costello dan lain Agen Undercover, Kevin Corrigan sebagai Sean Costigan, sepupu Billy, Robert Wahlberg sebagai Agen FBI Frank Khusus Lazio, FBI penghubung untuk SIU tersebut, Kristen Dalton sebagai Gwen Costello, istri pecandu obat-Frank, Conor Donovan sebagai Colin Sullivan muda di awal film.




SINOPSIS

Pada usia muda, Colin Sullivan ( Damon ) diperkenalkan untuk kejahatan terorganisir melalui mobster Frank Costello Irlandia ( Nicholson) dan “ The Departed “ bersetting di Irlandia Boston Selatan . Costello melatih dia untuk menjadi matan – mata nya di dalam Massachusetts Kepolisian Negara.Sullivan diterima ke dalam Unit Investigasi Khusus , yang berfokus pada kejahatan terorganisir. Sebelum ia lulusan dari Akademi Kepolisian , Billy Costigan ( DiCaprio ) diminta oleh Kapten Oliver Queenan ( Sheen ) dan Sersan Sean Dignam ( Wahlberg ) untuk menjadi Agen Undercover, sebagai anak dan ikatan keluarga dengan kejahatan terorganisir membuatnya menjadi infiltran yang sempurna.

Dia sengaja tidak diluluskan dari Akademi dan di penjara atas tuduhan penyerangan palsu untuk meningkatkan kredibilitasnya sebagai seorang Kriminal dan ditugaskan untuk menyusup pada sindikat mafia yang dipimpin Costello (Jack Nicholson) dan Billy dengan cepat mendapat kepercayaan Costello.

Mereka masing-masing sibuk dengan peran gandanya, mengumpulkan informasi tentang rencana dan pelaksanaannya. Namun keadaan semakin jelas baik bagi penjahat maupun polisi bahwa ada kejanggalan diantara mereka, Billy dan Colin terancam tertangkap dan penyamarannya terbongkar.

Analisa (Permasalahan) Film “ Departed “

Pada film ini terjadi berbagai konflik, diawali dengam mulainya tercium penyamaran yang dilakukan Billy dan Collin yang tercium oleh Costello dan pihak kepolisian bahwa anak buah Costello ataupun polisi ada yang menjadi mata-matadan masing-masing ingin mengungkapkan identitas diri lawanya, dan disini juga terjadi cinta segitiga antara Billy, Collin dan psikiater kepolisian Dr. Madolyn Madden, dalam film ini Madolyn menjadi psikiater Billy sekaligus dia menjadi pacar Collin, Billy menceritakan semua masalahnya pada Madolyn termasuk mengenai penyamarannya sebagai mata-mata polisi.

Keadaan semakim memburuk saat atasan mereka masing-masing mulai mencium adanya mata-mata diantara mereka dan disini Billy meminta pada Kapten Queenan untuk berhenti dalam tugasnya, karena Billy merasa bahwa penyamarannya akan segera terbongkar, namun sayang ketika itu Letnan yang mengetahui identitas Billy itu meninggal tertembak oleh anak buah Costello, padahal yang mengetahui identitas Billy yang sebenarnya hanya Kapten Queenan dan Sersan Sean Dignam. Tidak hanya Billy yang merasa khawatir akan penyamarannya tapi Collin pun sama, lalu dia mulai mencari mata-mata dari kepolisian yang menyamar jadi anak buah Costello, begitupun Billy, setelah penyamaran mereka terbongkar mereka sama-sama terbunuh, Billy di bunuh oleh anak buah Costello yang menyamar menjadi polisi juga dan yang menembak mati Billy di bunuh oleh Collin dan setelah itu Collin di bunuh oleh Sersan Sean Dignam

Yang terkait dengan Kode Etik

Di dalam film ini kita bisa melihat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Colin, dimana dia ternyata telah menjadi mata-mata di kepolisian dan secara diam-diam dia menggunakan profesinya untuk melancarkan kejahatan yang dilakukan oleh ayah angkatnya Costello. Dia juga tanpa izin, menghapus berkas identitas milik Billy dari kepolisian.

Dan disinipun adalanya pelanggaran “ Kode Etik Psikologi ” yang dilakukan oleh Dr. Madolyn Madden yang menjadi Psikiater kepolisian dan sebagai konsultan bagi Billy pelanggaran yang terjadi disini ialah adanya hubungan emosional antara Dr Madolyn Madden dan Billy, yang seharusnya apabila sudah ada hubungan emosional seharusnya yang dilakukan Dr Madolyn Madden adalah menyerahkan kliennya pada psikiater yang lain.


Senin, 14 Maret 2011

Penyesuaian Diri, Pertumbuhan Personal dan Stres


PENYESUAIAN DIRI

Manusia sejatinya dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang membuatnya harus bisa dapat menyesuaikan diri, manusia pada awalnya melakukan penyesuaian fisiologis tetapi dengan seiringnya berkembangnya manusia, manusia tidak hanya harus bisa beradaptasi dengan lingkungan saja atau fisiologisnya saja tapi harus bisa menyesuaikan diri secara psikologis.

Penyesuain diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) .

Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi ( adaptation ), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah kepada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang terbiasa dengan lingkungan yang sepi seperti di perkampungan dan udara yang sejuk terus pindah ke tempat ramai seperti perkotaan dengan udara yang panas maka seseorang harus bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional.

Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan ( mastery ), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).

Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan baik (good adjustment) adalah apabila seseorang menampilkan respon yang matang, efisien, memuaskan, dan wholesome. Yang dimaksud dengan respon yang efisien adalah respon yang hasilnya sesuai dengan harapan tanpa membuang banyak energi, waktu atau sejumlah kesalahan. Wholesome maksudnya adalah respon yang ditampilkan adalah sesuai dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan Tuhan. Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan baik maka hidupnya akan harmonis dan jauh dari penyimpangan-penyimpangan begitu juga sebaliknya apabila seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri mereka akan mengalami maladjustment yang ditandai dengan penyimpangan atau perilaku yang menyimpang yang tidak berlaku di lingkungan tersebut.

Penyesuaian diri bersifat relatif, karena tidak ada orang yang mampu menyesuaikan diri secara sempurna. Alasan pertama penyesuaian diri bersifat relatif adalah melibatkan kapasitas atau kemampuan seseorang dalam beradaptasi baik dari dalam maupun dengan lingkungan. Kapasitas ini bervariasi antara yang satu dengan yang lainnya, karena berkaitan dengan kepribadian dan tingkat perkembangan seseorang. Kedua adalah karena adanya perbedaan kualitas penyesuaian diri antara satu masyarakat atau budaya dengan masyarakat atau budaya lainnya. Dan terakhir adalah karena adanya perbedaan-perbedaan pada setiap individu, setiap orang mengalami masa naik dan turun dalam penyesuaian diri.


Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada penyesuaian diri ada dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial seperti yang akan di jelaskan di bawah ini.

1.  Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Pada penyesuain ini seseorang menyadari siapa dirinya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan adanya perasaan yang tenang tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya dan dapat berdampak negative atau perilaku yang menyimpang.

2.  Penyesuaian Sosial 

Setiap iindividu hidup di dalam lingkup sosial. Di dalam lingkup sosial (masyarakat) terjadi proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.

Kedua penyesuaian di atas adalah dasar agar indvidu dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpa adanya perilaku penyimpangan yang tidak sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang terdapat di suatu lingkungan tersebut.

Pembentukan Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang baik ialah satu hal yang selalu ingin diraih setiap orang, tapi untuk itu sangat sulit tercapai apalagi saat dewasa ini yang banyak begitu tuntutan dan permasalahan baru yang terjadi kecuali bila kehidupan orang itu benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan  jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.

Di bawah ini ada 3 lingkungan yang dapat membentuk penyesuaian diri individu diantaranya lingkungan keluarga, teman sebaya dan sekolah.

a.  Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam kenyataannya banyak orang tua yang menyadari hal tersebut namun orang tua terkadang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri dengan berbagai alasan ada yang beralasan mengejar karir, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi agar keluarganya dapat mapan dan amasa depan anak-anaknya terjamin. Namun sayangnya hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di masa yang akan datang.

Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, salah satunya kemampuan untuk penyusuaian diri terhadap lingkungan baik secara fisiologis maupun psikologis apabila individu di ajarkan dengan baik oleh orang tuanya maka kelak seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.

Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan  yang mendukung hal tersebut.

Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.


b.  Lingkungan Teman Sebaya 

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan akan membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan apalagi saat individu beranjak remaja dan dengan adanya pertemanan yang erat akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

c.  Lingkungan Sekolah 

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik  untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

PENGERTIAN PERTUMBUHAN PERSONAL

Manusia  merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.

Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu  norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.

 
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu

Faktor genetik

Ø  Faktor keturunan — masa konsepsi
Ø  Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
Ø  Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis  kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen
Ø  Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.

Faktor eksternal / lingkungan

Ø  Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan
Ø  Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya 

Dari semua faktor-faktor  di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

a. Aliran asosiasi
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.


b. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah proses  perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.


c. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.

STRESS

Stress suatu kata yang sering sekali kita dengar bahkan sering kita alami. Dewasa ini orang banyak yang mengalami stress bahkan anak kecilpun bisa mengatakan sedang mengalami stress itu semua di akibatkan dengan banyaknya permasalahan yang di alami orang-orang saat ini. Apakah sebenarnya stress tersebut. Dan memang jika tak terhindarkan tentu kita harus membekali diri agar dapat menghadapi stress secara sehat, sehingga apapun tekanan yang terjadi dalam hidup kita, walau menimbulkan stress, tidak akan mempengaruhi kesehatan jiwa kita secara buruk.

Stress adalah pengalaman emosi negative dan beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat yang disertai oleh perubahan yang dapat diperkirakan dalam hal biokimia, fisiologis, kognitif, behavorial, yang tujuannya untuk mengubah peristiwa stressful atau mengakomodasi

Penyebab dari stress yang disebut dengan istilah stressor bisa merupakan hal yang subyektif maupun obyektif. Ada peristiwa tertentu menimbulkan stress bagi seseorang namun bagi orang lain hal tersebut merupakan sesuatu peristiwa yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah ‘persepsi’. Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Namun memang ada beberapa karakteristik peristiwa tertentu yang rentan menimbulkan stress yaitu :


Ø  Peristiwa negative dalam hidup
Ø  Peristiwa dimana kita tidak memiliki kendali
Ø  Peristiwa dimana kita diperhadapkan pada ketidakpastian akan aturan yang ada (ambigu)
Ø  Peristiwa dimana kita menjadi overloaded
Ø  Peristiwa dimana hal itu berdampak pada area hidup kita yang penting

Ada dua pendekatan coping atas stress yang kita hadapi :
  1. Problem-focused coping :
Yaitu kita berusaha untuk fokus menghadapi permasalahan yang membuat kita stress dan melakukan upaya terbaik agar masalah itu terpecahkan. Saat masalah telah terurai, otomatis stress hilang.

Contoh                        : Saat seorang mahasiswa mengalami penurunan pada nilainya, maka ia akan memfokuskan segala usahanya untuk menaikan nilainya kembali.

         2.   Emotion-focused coping :

Yaitu dimana kita deal dengan emosi yang dialami saat stress melanda. Kita melakukan usaha-usaha yang konstruktif untuk meregulasi emosi yang dialami karena peristiwa stressful tersebut.

Contoh                        : Saat seorang mahasiswa mengalami masalah mengenai penurunan nilainya. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya dengan malakukan hobinya contohnya dengan bermain futsal.

Gas ( general adaptasi syndrome )

GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut : reaction (AR, reaksi cemas).
Selama tahap ini tubuh kita sadar akan penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Apabila penyebab ketegangan tersebut cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.









DAFTAR PUSTAKA


Wexley, Kenneth N. & Gary A. Yukl, Organizational Behavior and Personnel Psychology, Richard D. Irwin Inc., 1977

Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset

Smeltzer bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & studdarth edisi 8 , EGC, Jakarta.

Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma

Lur Rochman, Kholil.(2010). Kesehatan Mental.Purwokerto: STAIN press.





Minggu, 13 Maret 2011

Faktor Faktor Agresi

Agresi adalah tingkah laku yang dapat menyakiti orang lain, agresi sendiri tidak hanya dilakukan oleh tindakan fisik semata tetapi juga bisa di lakukan dengan menyakiti perasaan, dalam agresi terdapat beberapa factor dan tiap factor agresi dapat berbeda dengan tindakan agresi yang satu dan agresi yang lainnya tergantung dengan tindakan agresi itu sendiri dan dimana tindakan agresi itu terjadi, dewasa ini tindakan agresi banyak terjadi di lingkup sosial baik di sekolah bahkan di komplek – komplek atau lingkup sosial lainnya. Di bawah ini beberapa factor penyebab terjadinya Agresi atau Agresivitas.

Teori-teori agresi dalam pembahasan minggu lalu tanggal 9 maret 2011

Faktor Biologis

Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi (Davidoff, 1991):
a) Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
b) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
c) Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

Faktor Naluri atau Insting

Menurut Sigmund Freud
Dalam diri manusia terdapat dua jenis insting yakni eros ( naluri kehidupan ) dan thanatos (naluri kematian) agresi adalah ekspresi dari naluri kematian (thanatos). Agresi dapat diarahkan kepada orang lain atau sasaran-sasaran lain (eksternal) dan dapat pula pada diri sendiri (internal).

Faktor Sosial Learning (Peran Belajar Model Kekerasan)

Dewasa ini tindakan agresi dapat di contoh dari beberapa media anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui Televisi dan juga "games" atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang menampilan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga. Walaupun pembawa acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penontonnya. Pendapat ini sesuai dengan yang diutarakan Davidoff (1991) yang mengatakan bahwa menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.
Dalam suatu penelitian Aletha Stein (Davidoff, 1991) dikemukakan bahwa anak-anak yang memiliki kadar aagresi diatas normal akan lebih cenderung berlaku agresif, mereka akan bertindak keras terhadap sesama anak lain setelah menyaksikan adegan kekerasan dan meningkatkan agresi dalam kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek ini sifatnya menetap.
Selain model dari yang di saksikan di televisi belajar model juga dapat berlangsung secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bila seorang yang sering menyaksiksikan tawuran di jalan, mereka secara langsung menyaksikan kebanggaan orang yang melakukan agresi secara langsung. Atau dalam kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah menyaksikan peristiwa perkelahian antar orang tua dilingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan peristiwa sejenisnya , semua itu dapat memperkuat perilaku agresi yang ternyata sangat efektif bagi dirinya.

Teori – teori Agresi atau Agresivitas yang lainnya :

Faktor Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas ejekan tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul. Ejekan ini semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya. Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya penontonpun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian.

Faktor Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (Gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dll.

Faktor Lingkungan
Kemiskinan
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan (Byod McCandless dalam Davidoff, 1991). Hal ini dapat kita lihat dan alami dalam kehidupan sehari-hari di ibukota Jakarta, di perempatan jalan dalam antrian lampu merah (Traffic Light) anda biasa didatangi pengamen cilik yang jumlahnya lebih dari satu orang yang berdatangan silih berganti. Bila anda memberi salah satu dari mereka uang maka anda siap-siap di serbu anak yang lain untuk meminta pada anda dan resikonya anda mungkin dicaci maki bahkan ada yang berani memukul pintu mobil anda jika anda tidak memberi uang, terlebih bila mereka tahu jumlah uang yang diberikan pada temannya cukup besar. Mereka juga bahkan tidak segan-segan menyerang temannya yang telah diberi uang dan berusaha merebutnya. Hal ini sudah menjadi pemandangan yang seolah-olah biasa saja.
Bila terjadi perkelahian dipemukiman kumuh, misalnya ada pemabuk yang memukuli istrinya karena tidak memberi uang untuk beli minuman, maka pada saat itu anak-anak dengan mudah dapat melihat model agresi secara langsung. Model agresi ini seringkali diadopsi anak-anak sebagai model pertahanan diri dalam mempertahankan hidup. Dalam situasi-situasi yang dirasakan sangat kritis bagi pertahanan hidupnya dan ditambah dengan nalar yang belum berkembang optimal, anak-anak seringkali dengan gampang bertindak agresi misalnya dengan cara memukul, berteriak, dan mendorong orang lain sehingga terjatuh dan tersingkir dalam kompetisi sementara ia akan berhasil mencapai tujuannya. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonomi & moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar dan kesulitan mengatasinya lebih kompleks.
Anonimitas
Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya dan bermacam informasi yang besarnya sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut.
Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
Suhu udara yang panas
Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi.
Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Fisher et al, dalam Sarlito, Psikologi Lingkungan,1992.

Faktor Frustrasi
Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
Frustrasi yang berujung pada perilaku agresi sangat banyak contohnya, beberapa waktu yang lalu di sebuah sekolah di Jerman terjadi penembakan guru-guru oleh seorang siswa yang baru di skorsing akibat membuat surat ijin palsu. Hal ini menunjukan anak tersebut merasa frustrasi dan penyaluran agresi dilakukan dengan cara menembaki guru-gurunya.
Begitu pula tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta ada kemungkinan faktor frustrasi ini memberi sumbangan yang cukup berarti pada terjadinya peristiwa tersebut. Sebagai contoh banyaknya anak-anak sekolah yang bosan dengan waktu luang yang sangat banyak dengan cara nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan ditambah lagi saling ejek mengejek yang bermuara pada terjadinya perkelahian. Banyak juga perkelahian disulut oleh karena frustrasi yang diakibatkan hampir setiap saat dipalak (diminta uangnya) oleh anak sekolah lain padahal sebenarnya uang yang di palak adalah untuk kebutuhan dirinya.

Faktor Proses Pendisiplinan yang Keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membeci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Hubungan dengan lingkungan sosial berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan. Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya. Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar (cth: dilarang untuk keluar main, tetapi di dalam rumah tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena kesibukan mereka).
Dengan mengetahui faktor penyebab seperti yang dipaparkan diatas diharapkan dapat diambil manfaat bagi para orangtua, pendidik dan terutama para remaja sendiri dalam berperilaku dan mendidik generasi berikutnya agar lebih baik sehingga aksi-aksi kekerasan baik dalam bentuk agresi verbal maupun agresi fisik dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Mungkin masih banyak faktor penyebab lainnya yang belum kami bahsa disini, namun setidaknya faktor-faktor diatas patut diwaspadai dan diberikan perhatian demi menciptakan rasa aman dalam masyarakat kita.

Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain: 1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin sekolah.
1. Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
2. Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
3. Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.

Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.
1. Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
2. Anda menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
3. Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
4. Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor tersebut di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.