Sabtu, 08 Juni 2013

Bentuk-bentuk utama dalam terapi

A.   Terapi Supportive

1.      Terapi Supportive : Suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya.

2.      Psikoterapi suportif (atau supresif atau non spesifik) Tujuan psikoterapi jenis ini ialah:
·         Menguatkan daya tahan mental yang dimilikinya
·         Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri. ( Maramis, 2005)
·         Meningkatkan kemampuan adaptasi lingkungan (Anonym , 2001)
·         Mengevaluasi situasi kehidupan pasien saat ini, beserta kekuatan serta kelemahannya, untuk selanjutnya membantu pasien  melakukan perubahan realistik apa saja yang memungkinkan untuk dapat berfungsi lebih baik (Tomb, 2004).

3.      Macam-macam teknik terapi suportif:

(1) Guidance/Bimbingan, yakni prosedur pemberian pertolongan secara aktif dengan cara memberikan fakta dan interpretasi' dalam bidang pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial dan bidang-bidang Kesehatan

(2) Manipulasi lingkungan, yakni usaha untuk menyelesaikan problem-problem emosional klien dengan cara menghilangkan atau mengubah unsur-unsur lingkungan yang tidak menguntungkan

(3) Eksternalisasi perhatian, yakni usaha untuk mengalihkan perhatian klien yang mengalami keeeinasan atau depresi dengan jalan memberikan dorongan agar klien dapat memulai lagi aktivitas yang pernah disenanginya ataupun mengembangkan kesenangan baru untuk mengisi waktu senggangnya. Jenis-jenis eksternalisasi perhatian antara lain terapi kerja, terapi musik,terapi gerak dan tari, terapi syair, terapi sosial

(4) Sugesti-prestis, yakni usaha terapis untuk mensugesti klien, yakni memberikan pengaruh psikis tanpa daya kritik

(5) Meyakinkan kembali (reassurance), terapi ini biasanya menyertai pada setiap terapi. Klien yang merasa dieengkam ketakutan yang irasional perlu ditenangkan dan dihibur.Terapis perlu mendiskusikan ketakutan-ketakutan tersebut secara terbuka dengan kliennya untuk menjelaskan bahwa ketakutan itu tidak rasional atau tidak berdasar

(6) Dorongan dan paksaan, yakni dengan memberikan ren-'ara' dan punishment untuk menstimulasi perilaku klien sesuai yang diharapkan. Di antaranya dengan cara klien diberi tugas untuk melawan impuls-impuls yang menimbulkan neurotik, berusaha menghilangkan atau mengurangi intcnsitasnya sampai di bawah titik kritis

(7) Persuasi, yakni mendasari diri pada anggapan bahwa dalam diri klien mempunyai sesuatu kekuatan untuk proses emosinya yang patologis dengan kekuatan dan kemampuan ataupun dengan menggunakan common sensenya sendiri, sebab pada umumnya orang yang menderita gangguan jiwa dalam keadaan intelek tertutup emosi

(8) Pengakuan dan penyaluran, yakni dengan cara mengeluarkan isi hati kepada orang lain. Pendekatan ini untuk mengurangi tekanan yang ada pada klien, sebab dengan adanya pengakuan dan penyaluran maka segala rasa tertekan yang mengganjal dapat dilepaskan (katarsis)

(9)Terapi kelompok pemberi inspirasi, yakni terapi kelompok yang terdiri dari klien yang memiliki problem sejenis

B.   Terapi Reeducative

1.      Terapi Reeducative : Untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri.

2.      Cara-cara psikoterapi reduktif antara lain :
·         Terapi hubungan antar manusi (relationship therapy)
·         Terapi sikap (attitude therapy)
·         Terapi wawancara ( interview therapy)
·         Analisan dan sinthesa yang distributif (terapi psikobiologik Adolf meyer)
·         Konseling terapetik
·         Terai case work
·         Reconditioning
·         Terapi kelompok yang reduktif
·         Terapi somatic

C.   Terapi Reconstuctive

1.      Terapi Reconstuctive : Untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknaya dialam tak sadar, dengan usaha untuk mendapatkan perubahan yang luas daripada struktur kepribadian dan pengluasan pertumbuhan kepribadian dengan pengembangan potensi penyesuaian diri yang baru.

2.      Cara psikoterapi reconstructive :

Psikoanalisa freud dan Psikoanalisa non freud psikoterapi yang berorientasi kepada psikoanalisa dengan cara : asosiasi bebas, analisis mimpi, hipoanalisa/sintesa, narkoterapi, terapi main, terapi kelompok analitik. 1. Beberapa jenis psikoterapi suportif semua dokter kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis katarsis, persuasi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan (konseling) kembali memodifikasi tujuan dan membangktikan serta memprgunakan potensi kreatif yang ada.

Minggu, 05 Mei 2013

Perbedaan Antara Konseling dan Psikoterapi



Di penulisan ini saya akan membahas mengenai konseling dan psikoterapi yang terfokus pada perbedaannya, yang dimana konseling dan psikoterapi sama-sama sebagai teknik penanganan masalah dalam psikologi tetapi mempunyai cara-caranya tersendiri.
Sebelum masuk pada inti pembahasan saya akan memasuka beberapa definisi mengenai konseling atau psikoterapi menurut para ahli.
PEMBAHASAN KONSELING
A.    Definisi Konseling
1.         Menurut Schertzer dan Stone (1980)
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
2.         Menurut Jones (1951)
Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
3.         Prayitno dan Erman Amti (2004:105)
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
4.         Menurut A.C. English dalam Shertzer & Stone (1974)
Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
5.         Menurut APGA (American Personel Guidance Association) dalam Prayitno (1987 : 25)
Konseling adalah hubungan antara seorang individu yang memerlukan bantuan untuk mengatasi kecemasannya yang masih bersifat normal atau konflik atau masalah pengambilan keputusan.
6.         Menurut Talbert (1959)
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

7.         Menurut Cavanagh,
Konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways)
8.         Menurut Tohari Musnawar (1992)
Konseling dalam Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Kesemuanya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber pedoman kehidupan umat Islam.
9.         Menurut ASCA (American School Conselor Association)
Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.
10.     Menurut Pepinsky & Pepinsky, dalam Schertzer dan Stone (1974)
Konseling merupakan interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
11.     Menurut Smith dalam Sertzer & Stone (1974)
Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
12.     Menurut Division of Conseling Psychology
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.
13.     Menurut Blocher dalam Shertzer & Stone (1969)
Konseling adalah membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengrauh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang.

14.     Menurut Berdnard & Fullmer (1969)
Konseling merupakan pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut.
15.     Menurut Lewis, dalam Shertzer & Stone (1974)
Konseling adalah proses mengenai seseorang individu yang sedang mengalami masalah (klien) dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang bermasalah yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkan kliennye berperan secara lebih efektif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.
16.     Menurut Pietrofesa
Konseling merupakan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli.
17.     Menurut Winkell (2005 : 34)
Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli / klien secara tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan atau masalah khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi semuanya.

B.     Tujuan Konseling

Secara umum tujuan konseling adalah agar klien dapat mengubah perilakunya ke arah yang lebih maju (progressive behavior changed), melalui terlaksananya tugas-tugas perkembangan secara optimal, kemandirian dan kebahagiaan hidup. Secara khusus tujuan konseling tergantung dari masalah yang dihadapi oleh masing-masing klien.
Jones (1995:3) menyatakan setiap konselor dapat merumuskan tujuan konseling yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing klien. Sebagai contoh tujuan konseling adalah agar klien dapat memecahkan masalahnya saat ini, menghilangkan emosinya yang negatif, mampu beradaptasi, dapat membuat keputusan, mampu mengelola krisis, dan memiliki kecakapan hidup (lifeskill).

Berikut adalah beberapa tujuan konseling (McLeod, 2008:13-14):

1.      Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional mengarah pada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih control rasional daripada perasaan dan tindakan.
2.      Hubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain.
3.      Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap perasaan dan pemikiran yang selama ini ditahan atau ditolak.
4.      Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subyek kritik dan penolakan.
5.      Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tidak bias diselesaikan oleh konseli sendiri.
6.      Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau pemenuhan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.
7.      Pendidikan psikologi. Membuat konseli mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan tingkah laku.
8.      Keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan interpersonal.
9.      Perubahan kognitif. Mengganti kepercayaan yang irasional dan pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancur.
10.  Perubahan tingkah laku. Mengganti perilaku yang maladaptif.
11.  Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial.
12.  Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat konseli mampu mengontrol kehidupannya.
13.  Restitusi. Membantu konseli membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.
14.  Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli kepada orang lain, membagi pengetahuan, dan mengontribusikan k.ebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.

C.     Ciri-ciri konseling

Konseling merupakan pelayanan professional yang memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan pelayanan bimbingan yang lain. Combs and Avila (1985:1-2); Brammer and Shostrom (1982:114); Depdiknas (2004:13-14); dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling (2005:6) mengemukakan beberapa ciri konseling yaitu: konseling sebagai suatu profesi bantuan (helping profession), konseling sebagai hubungan pribadi (relationship counseling), konseling sebagai bentuk intervensi (interventions repertoire), konseling untuk masyarakat luas (counseling for all), dan konseling sebagai pelayanan psikopedagogis (psycho-pedagogical service).

D.    Fungsi pelayanan konseling

Pelayanan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan konseling. Fungsi tersebut mencakup; fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, serta fungsi advokasi. Kelima fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:
1.         Fungsi pemahaman (understanding function)
Fungsi pemahaman yaitu fungsi konseling yang menghasilkan pemahaman bagi klien atau kelompok klien tentang dirinya, lingkungannya, dan berbagai informasi yang dibutuhkan. Pemahaman diri meliputi pemahaman tentang kondisi psikologis seperti: intelegensi, bakat, minat, dan ciri-ciri kepribadian, serta pemahaman kondisi fisik seperti kesehatan fisik (jasmaniah). Pemahaman lingkungan mencakup: lingkungan alam sekitar dan lingkungan sosial, sedangkan pemahaman berbagai informasi yang dibutuhkan: informasi pendidikan dan informasi karier.
2.         Fungsi pencegahan (preventive function)
Fungsi pencegahan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya atau terhindarnya klien atau kelompok klien dan berbagai permasalahan yang mngkin timbul, yang dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam kehidupan dan proses perkembangan.
3.         Fungsi pengentasan (curative function)
Fungsi pengentasan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan klien atau kelompok klien untuk memecahkan masalah-masalah yang dialaminya dalam kehidupan dan/atau perkembangannya.
4.         Fungsi pemeliharaan dan pengembangan (development and preservative)
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan klien atau kelompok klien untuk memelihara dan mengembangkan berbagai potensi atau kondisi yang sudah baik agar tetap menjadi baik untuk lebih dikembangkan secara mantap dan berkelanjutan.
5.         Fungsi advokasi
Fungsi advokasi adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap berbagai bentuk pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan dan perkembangan yang dialami klien atau kelompok klien.

E.     Teknik konseling

Dalam proses konseling, konselor harus mampu menggali perasaan dan pikiran konseli. Proses penggalian ini membutuhkan sebuah teknik khusus agar pertanyaan/pernyataan yang dilontarkan konselor kepada konseli dapat menghipnosis konseli untuk semakin terbuka. Untuk itu, konselor harus menguasai teknik-teknik konseling secara verbal (dengan kata-kata) maupun nonverbal.
1.    Teknik konseling verbal
Menurut Winkell (1991:316), teknik konseling verbal adalah tanggapan–tanggapan verbal yang diberikan konselor, yang merupakan perwujudan kongkret dari maksud pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu.
Ungkapan konselor kepada konseli akan menggunakan sebuah teknik verbal atau lebih, tergantung pada intensitas pertemuannya. Tanggapan verbal konselor akan dituangkan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan, kalimat tanya, atau komibanasi dari pernyataan dan kalimat tanya. Teknik-teknik konseling secara verbal adalah sebagai berikut (Winkell, 1991:316):

a.    Ajakan untuk memulai (invitation to talk)
Pada akhir fase pembukaan konselor mempersilahkan konseli untuk mulai menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Jika konseli dating kepada konselor atas inisiatifnya sendiri, ajakan untuk memulai ini akan mudah ditangkap oleh konseli. Akan tetapi, jika konseli dating kepada konselor karena dipanggil, konselor harus sangat bijaksana dalam menentukan terhadap siapa dan kapan teknik ini digunakan. Usul/saran biasanya digunakan/diberikan dalam fase penyelesaian masalah.
Contoh:
Ko : waktu yang tepat seandainya saudara ingin membicarakan pemilihan jurusan kepada ibu saudara adalah pada saat acara santai dengan keluarga. Bagaimana?
Ko : kalau boleh saya usul, waktu yang tepat adalah setelah makan malam, bagaimana?
b.    Penolakan (criticism)
Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan objektif, yang bersifat menolak pandangan, tindakan, atau rencana konseli. Akan tetapi, pemberian teknik ini harus sangat hati-hati karena penyampaian yang tidak tepat bias merusak hubungan dalam proses konseling. Dalam hal tindakan moral dan pendidikan, teknik ini akan mudah digunakan.
Contoh:
Ko : saya tidak sependapat dengan tindakan anda yang main hakim sendiri.
Ko : pendapat anda, bahwa orang yang berpacaran harus melakukan hubungan seksual. Saya tidak sependapat dengan saudara karena hal ini melanggar norma moralitas.

Teknik-teknik konseling tersebut harus digunakan oleh konselor secara spontan dan luwes. Diharapkan dalam pendekatan konseling teknik-teknik ini dapat dimunculkan sehingga proses konseling akan tersusun dengan sistematis. Semua konselor pasti mampu menggunakannya asalkan sering berlatih dan menerapkannya.
Di sisi lain, ketika proses konseling berlangsung, konseli akan menyampaikan banyak pesan yang tersirat dalam bentuk ungkapan-ungkapan perasaan, baik perasaan senang maupun tidak senang. Untuk itu, konselor harus tanggap dengan ungkapan-ungkapan tersebut. Berikut adalah daftar perasaan yang biasa diungkapkan oleh konseli.


a.    Perasaan senang
·           Merasa bahagia.
·           Merasa bebas.
·           Merasa puas.
·           Merasa tenang.
·           Merasa tertarik.
·           Merasa sabar.
·           Merasa nikmat.
·           Merasa yakin.
·           Merasa kagum.
·           Merasa cinta.
·           Merasa lega.
·           Merasa pantas.
·           Merasa santai.
·           Merasa takjub.
·           Merasa damai, dan seterusnya.

b.    Perasaan tidak senang
·           Merasa asing.
·           Merasa bingung.
·           Merasa takut.
·           Merasa cemas.
·           Merasa benci.
·           Merasa bosan.
·           Merasa cemburu.
·           Merasa sakit hati.
·           Merasa kehilangan.
·           Merasa kesepian.
·           Merasa berat.
·           Merasa berdosa.
·           Merasa tegang.
·           Merasa terpojok.
·           Merasa terombang-ambing, dan seterusnya.

2.    Teknik konseling nonverbal
Selain menggunakan teknik konseling verbal, konselor pun harus mampu menggunakan teknik konseling nonverbal. Dengan menguasai teknik konseling nonverbal, konselor dapat menangkap isyarat/pesan konseli yang belum terungkap secara verbal. Penggunaan teknik ini harus memiliki kesesuaian antara apa yang diungkapkan oleh konselor dengan perilaku yang tampak dihadapan konseli. Berikut teknik-teknik nonverbal:
a.       Anggukan kepala; untuk menyatakan sependapat, setuju, searah dengan jalan yang diungkapkan konseli.
b.      Senyuman; untuk menyatakan sikap menerima. Biasanya pada saat menyambut kedatangan konseli.
c.       Tatapan mata; untuk menyatakan sikap sedang memperhatikan. Tentunya tatapan mata yang dimaksud adalah menatap/memperhatikan ke arah seluruh wajah konseli.
d.      Intonasi suara; untuk menyatakan kesesuaian pembicaraan dengan konseli.
e.       Ekspresi muka; untuk mendukung reaksi-reaksi yang diungkapkan konseli.
f.       Diam; untuk menyatakan/mempersilahkan konseli untuk terus melanjutkan pembicaraan atau empati terhadap ungkapan perasaan konseli. Diam bukan berarti membiarkan konseli. Diam adalah sikap menghargai.
g.      Gerakan tangan; untuk memperkuat/mendukung apa yang diucapkan konselor secara verbal.
h.      Gerakan bibir; gerakan bibir harus dilakukan secara wajar jika konselor tidak berbicara karena gerakan bibir yang berlebihan bisa menimbulkan efek sikap negative bagi konseli.
i.        Pakaian; pakaian konselor akan sangat mendukung dalam proses konseling. Jika konselor menggunakan pakaian yang bersih, rapi, wangi, dan sesuai, konseli akan sangat merasa nyaman berbicara dengan konselor.
j.        Jarak tempat duduk; konselor harus tepat dalam pengaturan jarak tempat duduk dengan konseli. Karena jika terlalu jauh akan terkesan menolak, jika terlalu dekat konseli pun tidak akan merasa nyaman.

Penggunaan teknik-teknik nonverbal ini akan sangat membantu dalam proses konseling. Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa teknik-teknik nonverbal sangat penting untuk dilakukan (Leather, dalam Rakhmat, 1991:287-289), yaitu:
Faktor nonverbal sangat menentukan makna komunikasi interpersonal.
Pada saat mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita akan banyak menyampaikan gagasan dan pikiran melalui pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya, orang lain pun lebih banyak membaca pikiran melalui petunjuk-petunjuk nonverbal.
a.       Perasaan dan emosi lebih dicermati jika disampaikan lewat pesan nonverbal daripada pesan verbal.
b.      Perasaan dan emosi seseorang akan lebih mudah diungkapkan melalui bahasa nonverbal daripada bahasa verbal.
c.       Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relative bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan.
d.      Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar, kecuali oleh aktor-aktor yang telah terlatih.
e.       Pesan nonverbal menyampaikan fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
f.       Fungsi metakomunikatif berarti memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan.
g.      Pesan nonverbal merupakan cara berkomunikasi yang lebih efisien daripada pesan verbal.

Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundasi (lebih banyak lambing daripada yang diperlukan), repetisi, ambiguitas (kata-kata yang berarti ganda), dan abstraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan kata secara verbal daripada secara nonverbal. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan untuk menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).

PEMBAHASAN PSIKOTERAPI
A.           Sejarah Psikoterapi
Psikoterapi berawal dari upaya menyembuhkan pasien yang menderita penyakit jiwa berabad-abad yang lalu dengan orientasi mistik. Upaya mengusir roh jahat dengan cara tidak manusiawi (mengisolasi, mengikat, memasung, memukul). kemudian Philipe Pinel Melakukan pendekatan bersifat manusiawi, yang berorientasi pada kasih sayang (love oriented approach) dan mendirikan asylum. Lalu, Anton Mesmer Mempergunakan teknik hypnosis & sugesti.
Teknik hypnosis kemudian digunakan oleh Jean Martin Charcot. Dilanjutkan dengan Paul Dubois yang merumuskan & menekankan peranan penting teknik berbicara (speech technique, talking cure) yang digunakan kepada pasien. Paul Dubois tercatat sebagai “The First Psychotherapiest”. Joseph Breuer (senior dari Sigmund Freud) & Sigmund Freud menggunakan teknik hypnosis & teknik berbicara dalam upaya menyembuhkan pasien-pasien hysteria.
Pada Breuer, talking cure dilakukan terhadap pasien dalam keadaan hypnosis tapi Pada Sigmund Freud talking cure dilakukan terhadap pasien dalam keadaan sadar. Itulah awal mula adanya psikoterapi.
B.            Definisi Psikoterapi Menurut Para Ahli
Menurut Carl Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakansuatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini juga digunakan untuk orang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua.Menurut pendapat Jung ini, bangunan psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharan dan pengembangan jiwa yang sehat).
Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Sedangkan menurut Corsini, psikoterapi adalah Proses interaksi formal 2 pihak (2 orang/lebih), bertujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distres) pada salah 1 pihak karena tidak berfungsinya / ketidakmampuan pada fungsi kognitif, afeksi atau perilaku, dengan terapis berusaha mengembangkan memelihara atau mengubahnya dengan menggunakan metode2 sesuai pengetahuan & skill, serta bersifat profesional & legal.
Dari definisi psikoterapi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa psikoterapi adalah suatu perawatan atau pengobatan terhadap masalah yang sifatnya emosional dengan tujuan menghilangkan simptom yang dilakukan secara formal dengan interaksi dua atau lebih pihak agar dapat mengubah perilaku yang negatif menjadi positif.
C.            Kegunaan Psikoterapi

1.    Membantu penderita dalam memahami dirinya, mengetahui sumber-sumber psikopatologi dan kesulitan penyesuaian diri, memberi perspektif masa depan yang lebih cerah.
2.    Membantu penderita mendiagnosis bentuk-bentuk psikopatologi, dan
3.    Membantu penderita menentukan langkah-langkah praktis dan pelaksanaan pengobatannya.

D.           Ciri Psikoterapi
1.    Proses :  Interaksi 2 pihak, formal, profesional, legal, etis
2.    Tujuan : Perubahan kondisi psikologis individu -à  pribadi yang positif / optimal (afektif, kognitif, perilaku/kebiasaan)
3.    Tindakan, berdasar :
a)    Ilmu (teori2), teknik, skill yang formal
b)   Assessment (data yang diperoleh melalui proses assessment – wawancara, observasi, tes,dsb).

E.            Tujuan terapi (Korchin) :
1.        Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar
2.        Mengurangi tekanan emosional
3.        Mengembangkan potensi klien
4.        Mengubah kebiasaan
5.        Memodifikasi struktur kognisi
6.        Memperoleh pengetahuan tentang diri
7.        Mengembangkan kemampuan berkomunikasi & hubungan  interpersonal
8.        Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan
9.        Mengubah kondisi fisik
10.    Mengubah kesadaran diri
11.    Mengubah lingkungan sosial
F.             Jenis-jenis Psikoterapi

a)        Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:

1)   Psikoterapi Suportif:
Tujuan :
·      Mendukung funksi-funksi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada
·      Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.
·      Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.
2)   Psikoterapi Reedukatif:
Tujuan :
·      Mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.
3)   Psikoterapi Rekonstruktif:
Tujuan :
·      Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.
b)        Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas: 

1)   ”superfisial”, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada “permukaan”, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yangdirepresi.
2)   “mendalam” (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.
3)   Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.
4)   Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang “keliru”; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.
5)   Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok)
6)   Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dll.
7)   Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.
8)   Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak dipakai antara lain: konseling, terapi interpersonal, intervensi krisis.

G.           Teknik-teknik Psikoterapi
Sampai saat ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Atkinson, terdapat teknik psikoterapi yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog yaitu:
1.        Teknik terapi psikoanalisis, bahwa di dalam tiap-tiap individu terdapat kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Konflik yang tidak disadari itu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan kepribadian individu, sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan. Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini banyak dikembangkan dalam Psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud.

Menurut Freud, ada beberapa teknik penyembuhan penyakit mental, diantaranya yaitu dengan mempelajari :
·         Hipnotis banyak digunakan oleh psikiater Perancis, dengan cara menghilangkan ingatan-ingatan pasien yang mengandung simptomsimptom, kemudian psikiater memberikan ingatan baru berupa sugesti-sugesti yang kuat, yang dapat memulihkan kesehatan pasien. Freud kurang tertarik dengan teknik ini, sebab tingkat keampuhannya diragukan.
·         Chatarsis, yaitu pembebasan dan pelepasan ketegangan atau kecemasan dengan jalan mengalami kembali dan mencurahkan keluar kejadian-kejadian traumatis di masa-masa lalu, yang semula dilakukan dengan jalan menekan emosi-emosinya ke alam ketidaksadaran. Teknik ini digunakan dengan cara berbicara (talking cure). Cara kerjanya adalah pasien disuruh untuk menguraikan simptom secara rinci yang mengganggu jiwanya, setelah simptom itu muncul lalu psikiater segera menghilangkannya.
·         Asosiasi bebas, yaitu membiarkan pasien menceritakan keseluruhan pengalamannya, baik yang mengandung symptom maupun tidak. Cerita yang dikemukakan tidak harus runtut, teratur, logis ataupun penuh makna. Cerita itu betapapun memalukan tetapi tetap harus diceritakan. Setelah simptom diketahui, psikiater mudah memberikan terapinya.
·         Analisis mimpi. Mimpi adalah jalan kerajaan menuju alam bawah sadar. Ia merupakan keinginan tahu ketakutan bawah sadar dalam bentuk yang disangkal. Mimpi merupakan bentuk, isi, dan kegiatan paling primitif dari jiwa seseorang. Setelah pasien menceitakan mimpinya, psikiater mengetahui rahasia paling dalam di dalam jiwa pasien. Freud membedakan antara isi mimpi manifes (jelas, sadar) dan isi mimpi laten (tersembunyi, tidak disadari). Dengan mengungkap isi manifes dari suatu mimpi dan kemudian mengasosiasi-bebaskan isi mimpi, ahli analisis dan klien berupaya mengungkap makna bawah sadar. Teknik terapi Psikoanalisis Freud pada perkembangan selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.

2.        Teknik terapi perilaku, yang menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu. Teknik ini antara lain :
·      Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan , seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
·      Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
·      Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang tidak diharapkan.
·      Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku denganpermainan simulasi (role-playing).
·      Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian atas kondisi stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.

3.        Teknik terapi kognitif perilaku, yaitu teknik memodifikasi perilaku dan mengubah keyakinan maladaptif. Ahli terapi membantu individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik. Atau, membantu pengendalian reaksi emosional yang terganggu, seperti kecemasan dan depresi dengan mengajarkan mereka cara yang lebih efektif untuk menginterpretasikan pengalaman mereka.

4.        Teknik terapi humanistik, yaitu teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi ahli terapi yang minimal. Gangguan psikologis yang diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau oleh orang lain. Carl Rogers, yang mengembangkan psikoterapi yang berpusat pada klien (client-centered-therapy), percaya bahwa karakteristik ahli terapi yang penting untuk kemajuan dan eksplorasi-diri klien adalah empati, kehangatan, dan ketulusan.

5.        Teknik terapi eklektik atau integrative, yaitu memilih dari berbagai teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu, ketimbang mengikuti dengan kaku satu teknik tunggal. Ahli terapi mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual, dan depresi. Keenam, teknik terapi kelompok dan keluarga. Terapi kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa. Sedang terapi marital dan terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau hubungan orang tua dan anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.

H.           Terapi —> efektif jika :

·           Adanya pemulihan dalam hubungan interpersonal
·           Adanya keterampilan coping yang lebih baik
·            Pertumbuhan personal

I.              Tahap-tahap psikoterapi :

1)   Wawancara awal
·      Dikemukakan apa yang akan terjadi selama terapi berlangsung, aturan2, yang akan dilakukan terapi & diharapkan dari klien, kontrak terapeutik (tujuan, harapan, kapan, dimana, lama, keterbatasan, dll)
·      Akan diketahui apa yang menjadi masalah klien – rapport, klien menceritakan masalah (ada komitmen untuk mengkomunikasikan), terapis & klien bekerjasama
2)   Proses terapi
·      Mengkaji pengalaman klien, hubungan terapis & klien, pengenalan–penjelasan
·      Pengartian perasaan & pengalaman klien
3)   Pengertian ke tindakan
·      Terapis bersama klien mengkaji & mendiskusikan apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung, penngetahuan klien akan aplikasinya nanti di perilaku & kehidupan sehari-hari
4)   Mengakhiri terapi
·      Terapi dapat berakhir jika tujuan telah tercapai, klien tidak melanjutkan lagi, atau terapis tidak \dapat lagi  menolong kliennya (merujuk ke ahli lain)
·      Beberapa pertemuan sebelum terapi berakhir klien diberitahu à klien disiapkan untuk menjadi lebih mandiri  menghadapi lingkungannya nanti

PEMBAHASAN “PERBEDAAN ANTARA KONSELING DAN PSIKOTERAPI
Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.
Sekian pejelasan dari saya kurang lebih nya semoga dapat bermanfaat bagi kita semua amiiinn.



TABEL PERBEDAAN KONSELING DAN PSIKOTERAPI


No.
Perbedaan pada
Konseling
Psikoterapi
Ahli
1.
Pendekatan pemberian bantuan
- Pemberian dorongan (supportive)

- Pemberian pemahaman secara reedukatif (insight-reedukative)
- Pemberian pemahaman secara rekonstruksi (insght-recontreuctive)
Hansen
2.
Intenstas masalah
-Problem ringan: ketidakmatangan, ketidaksatabilan emosioanl dll
-Problem berat: konflik yang serius, gangguan perasaan
Schneiders
- Individu normal
-Individu kurang normal
Vance dan Volsky
-Peran dalam kehidupan
-Konflik interpersonal yang mendalam
Hansen
-Kecemasan normal dan krisis situasional dalam sehari-hari
-Orang mengalami tekanan emosional kronis
Nugent
3.
Cara penanganan
-Lebih berorientasi pada klien, mementingkan hubungan dengan pendekatan humanistik
- Berorientasi pada terapi, menggunakan teknik yang spesifik dengan psikoanalisis/ behavioristik dan penanganan medis
Nelson-Jones
-   psikolog
- psikiater
Black

 




Referensi