Metode
Observasi
Observasi
adalah kegiatan mengenali tingkahlaku individu, yang biasanya akan diakhiri
dengan mencatat hal-hal yang di pandang penting sebagai penunjang informasi
mengenai klien. Informasi yang diperoleh dari observasi adalah observasi situasi
sekarang (kini).
Pengertian
observasi/pengamatan menurut para tokoh
Menurut
Kartono (1980: 142) pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi
yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis
dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan
observasi adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter
relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba
kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”.
Observasi
dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Diabdikan
pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.
2. Direncanakan
dan dilaksanakan secara sistematis, dan tidak secara kebetulan (accidental)
saja.
3. Dicatat
secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi-proposisi yang lebih umum, dan
tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu belaka.
4. Validitas,
reliabilitas dan ketelitiannya dicek dan dikontrol seperti pada data ilmiah
lainnya (Jehoda, M. dkk, 1959 dalam Kartono 1980: 142).
Catatan
penulis: Untuk nomor 4) istilah validitas dan reliabilitas dalam penelitian
kualitatif tidak biasa digunakan, istilah yang biasa digunakan untuk
menggantikan kedua istilah tersebut adalah kredibilitas.
Poerwandari
tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi memberikan penjelasan tentang
observasi sebagai berikut: “Observasi barangkali menjadi metode yang paling
dasar dan paling tua di bidang psikologi, karena dengan cara-cara tertentu kita
selalu terlibat dalam proses mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis,
baik itu kualitatif maupun kuantitatif mengandung aspek observasi di dalamnya.
Istilah observasi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti “melihat” dan
“memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian
psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun
dalam konteks alamiah (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 1998: 62).
Catatan
penulis: Observasi yang dilakukan dalam laboratorium dalam konteks
eksperimental itu adalah observasi dalam rangka penelitian kuantitatif.
Observasi dalam rangka penelitian kualitatif harus dalam konteks alamiah
(naturalistik).
Patton
(1990: 201 dalam Poerwandari, 1998: 63) menegaskan observasi merupakan metode
pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat,
observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah
melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang
teliti dan lengkap.
Pokok
persoalan observasi
Menurut
Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi menguraikan beberapa
pokok persoalan dalam membahas observasi, diantaranya: a) alasan pemanfaatan
pengamatan, b) macam-macam pengamatan dan derajat peranan pengamat (Moleong,
2001: 125).
a) .Manfaat Pengamatan
Menurut
Guba dan Lincoln (1981: 191 – 193 dalam Moleong 2001: 125-126) alasan-alasan
pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian
kualitatif, intinya karena:
1).Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan
pengalaman langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh
kebenaran. Apabila informasi yang diperoleh kurang meyakinkan, maka peneliti
dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung untuk mengecek kebenaran
informasi tersebut.
2).Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan
mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang
sebenarnya.
3).Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat
peristiwa yang berkaitan dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan
yang diperoleh dari data.
4).Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti
terhadap informasi yang diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias
atau penyimpangan. Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena responden kurang
mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya jarak psikologis antara peneliti
dengan yang diwawancarai. Jalan yang terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan
tersebut, biasanya peneliti memanfaatkan pengamatan.
5).Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti
ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan dapat
menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku
yang kompleks.
6).Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik
komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat
bermanfaat. Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa
berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.
Perlu
ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan pengamat melihat
dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti, menangkap makna
fenomena dan budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan memungkinkan peneliti
merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek, bukan apa yang dirasakan
dan dihayati oleh si peneliti. Jadi interpretasi peneliti harus berdasarkan
interpretasi subjek yang diteliti.
b). Macam Pengamat dan
Derajat Pengamat
Menurut
Moleong (2001: 126-127) pengamatan dapat dibedakan menjadi: a) pengamatan
berperan serta, b) pengamatan tidak berperan serta. Pengamatan juga dapat
diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan terbuka, apabila keberadaan pengamat
diketahui oleh subjek yang diteliti, dan subjek memberikan kesempatan kepada
pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya
orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan, b) pengamatan tertutup apabila
pengamat melakukan pengamatan tanpa diketahui oleh subjek yang diamati.
Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan dengan latar
alamiah atau pengamatan tidak terstruktur dan b) pengamatan buatan atau
pengamatan terstruktur. Pengamatan terstruktur ini disebut eksperimen biasa
digunakan dalam penelitian kuantitatif. Sedang pengamatan alamiah atau
pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa digunakan dalam penelitian
kualitatif.
Selanjutnya
Bunford Junker (dalam Moleong, 2001: 126-127) membagi peran peneliti sebagai
pengamat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1).Berperan serta secara lengkap (the complete
participant). Pengamat dalam hal ini menjadi anggota penuh dari suatu kelompok
yang diamati, artinya peneliti bergabung secara penuh atau menjadi anggota
secara penuh dalam kelompok yang diamati sendiri oleh peneliti. Dengan demikian
peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang
rahasia.
2).Pemeran serta sebagai pengamat (the participant
as observer). Peneliti tidak sepenuhnya menjadi anggota kelompok yang diamati
(misalnya anggota kehormatan), tetapi masih dapat melakukan fungsi pengamatan.
Hal-hal rahasia masih dapat diketahui.
3).Pengamat sebagai pemeran serta (the observer as
participant). Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum, karena segala
macam informasi termasuk yang rahasia dapat dengan mudah diperoleh.
4).Pengamat penuh (the complete observer). Biasanya
hal ini terjadi pada pengamatan suatu eksperimen dilaboratorium yang
menggunakan kaca sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas
subjeknya dari belakang kaca, sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui
apakah mereka sedang diamati atau tidak.
Flick
(2002: 135) menjelaskan tentang observasi sebagai berikut: disamping kemampuan
berbicara dan mendengarkan sebagaimana digunakan dalam wawancara-wawancara,
observasi merupakan keterampilan harian lain sebagai secara metodelogis
disistematisir dan diterapkan dalam penelitian kualitatif. Tidak hanya persepsi
visual tetapi juga persepsi berdasarkan pendengaran, perasaan dan penciuman yang
diintegrasikan. (“Besides the competencies of speaking and listening which are
used in interviews, observing is another everyday skill which is
methodologically systematized and applied in qualitative research. Not only
visual perceptions but also those based on hearing, feeling and smelling are
integrated (Adler and Adler 1998)”).
Dengan
menyetujui pendapat Friedrichs (1973: 272-273), Flick (2002: 135) menyatakan
prosedur observasi secara umum diklasifikasikan menjadi 5 (lima) dimensi,
yaitu:
a).Observasi tertutup versus observasi terbuka:
seberapa jauh observasi diberitahukan kepada siapa yang diobservasi. (“Covert
versus overt observation: how far is the observation revealed to those who are
observed”).
b).Observasi tidak terlibat versus observasi terlibat:
seberapa jauh pengamat menjadi bagian yang aktif dari lapangan yang diamati.
(“Non-participant versus participant observation: how far does the observer
become an active part of the observed field”).
c).Observasi sistematis lawan observasi yang tidak
sistematis: adalah suatu observasi yang lebih atau kurang terstandarisasikan
dalam pola pelaksanaannya atau observasi yang lebih fleksibel dan tanggap
terhadap proses penelitian sendiri. (“Systematic versus unsystematic
observation: is a more or less standarized observation scheme applied or does
observation remain rather flexible and responsive to the processes
themselves”).
d).Observasi secara alamiah versus situasi-situasi
buatan: apakah observasi dilakukan dalam lapangan yang diminati atau apakah observasi
dilakukan terhadap interaksi yang mengarah ke suatu tempat yang khusus
(misalnya suatu laboratorium) yang memungkinkan observasi yang lebih baik.
(“Observation in natural versus artificial situations: are observation done in
the field of interest or are interactions ’moved’ to a special place (eq. a
laboratory) to give a better observability”).
e).Observasi diri versus mengobservasi orang-orang
lain: kebanyakan orang lain diobservasi, maka berapa banyak niat/atensi
peneliti melakukan refleksi dalam observasi diri sendiri untuk dijadikan dasar
selanjutnya pada waktu melakukan penafsiran atas apa yang diobservasi.
(“Self-observation versus observing others: mostly other people are observed,
so how much attention is paid to the researcher’s reflexive self-observation
for futher grounding the interpretation of the observed”).
Mengenai
tahap-tahap observasi, penulis seperti Adler dan Adler (1998), Denzin (1989 b
dan Spradley (1980) (dalam Flick, 2002: 136) menyatakan bahwa observasi
memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu:
a).Seleksi suatu latar (setting) yaitu dimana dan
kapan proses-proses dan individu-individu yang menarik itu dapat diobservasi
(“The selection of a setting, i.e. where and when the interesting processes and
persons can be observed”).
b).Berikan definisi tentang apa yang dapat
didokumentasikan dalam observasi itu dan dalam setiap kasus. (“The definition
of what is to be documented in the observation and in every case”).
c).Latihan untuk pengamat supaya ada standarisasi
misalnya apa yang dijadikan fokus-fokus penelitian. (“The training of the
observers in order to standarized such focuses”).
d).Observasi deskriptif yang memberikan suatu
pemaparan umum mengenai lapangan. (“Descriptive observations which provide an
initial general presentation of the field”).
e).Observasi terfokus yang semakin terkonsentrasi
pada aspek-aspek yang relevan dengan pertanyaan penelitian. (“Focused
observations which concentrate more and more on aspects that are relevant to
the research questions”).
f).Observasi selektif yang dimaksudkan untuk secara
sengaja menangkap hanya aspek-aspek pokok. (“Selective observations which are
intended to purposively grasp only central aspects”).
g).Akhir dari observasi apabila kepenuhan teori
telah tercapai, yaitu apabila observasi lebih lanjut tidak memberikan
pengetahuan lanjutan. (“The end of the observations, when theoretical
saturation has been reached (Glaser and Strauss, 1967), i.e. futher
observations do not provide any futher knowledge”).
Kerlinger
(1986, terjemahan Simatupang 1990: 857) intinya menyatakan bahwa manusia
melakukan pengamatan sehari-hari terhadap orang lain, lingkungan sekeliling dan
lain-lain. Tetapi pengamatan seperti itu jelas tidak memberikan data yang dapat
dipergunakan untuk penelitian ilmiah. Oleh peneliti-peneliti kuantitatif agar
data hasil pengamatan dapat dimanfaatkan dalam penelitian ilmiah perlu
diterapkan prosedur pengukuran yaitu setiap perilaku diberi skor menurut aturan
tertentu, sehingga berdasarkan skor-skor tersebut dapat disusun kesimpulan. Namun
menurut Kerlinger hal tersebut ternyata masih menimbulkan kontroversi dan
perdebatan. Para peneliti kuantitatif menyatakan bahwa perilaku tersebut harus
dikontrol secara ketat dan cermat agar perilaku tersebut dapat dikenakan
prosedur pengukuran, dengan demikian data tersebut bermanfaat untuk ilmu
pengetahuan ilmiah. Peneliti-peneliti kualitatif menyatakan bahwa pengamatan
harus alamiah (naturalistik): pengamat harus larut dalam situasi realistik dan
alami yang sedang berlangsung, dan harus mengamati perilaku sebagai yang muncul
dalam wujud yang sebenarnya. Walaupun hal ini dalam pelaksanaannya sangat sulit
dan rumit.
Sedang
Bachtiar (dalam Koentjoroningrat, 1977: 139) intinya menyatakan bahwa dalam
pengetahuan ilmiah mengenai segala sesuatu yang diwujudkan oleh alam semesta,
pengamatan merupakan teknik yang pertama-tama digunakan dalam penelitian
ilmiah. Selanjutnya dinyatakan berbeda dengan pengamatan yang dilakukan
sehari-hari, pengamatan sebagai cara penelitian menuntut dipenuhinya
syarat-syarat tertentu yang merupakan jaminan bahwa hasil pengamatan memang
sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran penelitian. Syarat-syarat tersebut
adalah peneliti harus berusaha membandingkan dengan hasil pengamatan orang lain
dalam masalah yang sama dan dalam keadaan yang sama, apabila ternyata
mendapatkan hasil yang tidak sama, maka harus diperiksa kembali dimana
kesalahannya. Untuk menguji kebenaran suatu pengamatan, peneliti dapat
mengulang pengamatannya kemudian membandingkan dengan hasil pengamatan pertama.
Walaupun hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena ada peristiwa yang hanya
sekali terjadi, sehingga tidak dapat diamati lagi. Catatan penulis: untuk
membandingkan hasil pengamatan dari seorang peneliti dengan peneliti lain
adalah sangat sulit karena belum tentu mendapatkan peneliti dalam masalah yang
sama dengan subjek yang sama. Oleh karena itu peneliti wajib membandingkan
wajib penelitiannya dengan hasil pengamatan significant others yaitu individu
yang dinilai berwibawa, dipercaya, disegani oleh subjek yang diteliti sehingga
persepsinya terhadap subjek yang diteliti dianggap benar atau sesuai dengan
kenyataannya.
Menurut
Suparlan (1997: 103) metoda pengamatan digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati. Hasil
pengamatan biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan warga masyarakat yang
bersangkutan untuk mengetahui makna yang terdapat dibalik gejala-gejala
tersebut. Selanjutnya menurut Suparlan (1994: 62) intinya terdapat anggapan
sementara pihak bahwa pengamatan dinilai bukan suatu metoda penelitian yang
ilmiah karena sederhana, tidak rumit teknik-tekniknya dan tidak susah memahami
dan menggunakannya. Padahal apabila digunakan sesuai persyaratannya akan
memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Suparlan
selanjutnya mengemukakan bahwa dalam penelitian ilmiah yang menggunakan metoda
pengamatan, si peneliti hendaknya memperhatikan 8 (delapan) hal sebagai
berikut:
a).Ruang atau tempat: setiap gejala (benda,
peristiwa, orang, hewan) selalu berada dalam ruang atau tempat tertentu. Bahkan
keseluruhannya dari benda atau gejala yang ada dalam ruang yang menciptakan
suatu suasana tertentu patut diperhatikan oleh si peneliti, sepanjang hal itu
mempunyai pengaruh gejala-gejala yang diamatinya.
b).Pelaku: pengamatan terhadap pelaku mencakup
ciri-ciri tertentu yang dengan ciri-ciri tersebut sistem kategorisasi yang
berpengaruh terhadap struktur interaksi dapat terungkapkan.
c).Kegiatan: dalam ruang atau tempat tersebut para
pelaku tidak hanya berdiam diri saja tetapi melakukan kegiatan-kegiatan, yaitu
tindakan-tindakan yang dilakukan, yang dapat mewujudkan adanya serangkaian
interaksi di antara sesama mereka.
d).Benda-benda atau alat-alat: semua benda-benda
atau alat yang berada dalam ruang atau tempat yang digunakan oleh para pelaku
dalam melakukan kegiatan-kegiatannya atau ada kaitannya dengan
kegiatan-kegiatannya haruslah diperhatikan dan dicatat oleh si peneliti.
e).Waktu: setiap kegiatan selalu berada dalam suatu
tahap-tahap waktu yang berkesinambungan. Seorang peneliti harus memperhatikan
waktu dan urut-urutan kesinambungan dari kegiatan, atau hanya memperhatikan
kegiatan tersebut dalam satu jangka waktu tertentu saja dan tidak secara
keseluruhan.
f).Peristiwa: dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh para pelaku, bisa terjadi sesuatu peristiwa diluar kegiatan-kegiatan yang
nampaknya rutin dan teratur itu atau juga terjadi peristiwa-peristiwa yang
sebenarnya penting tetapi dianggap biasa oleh para pelakunya. Seorang peneliti
yang baik harus tajam pengamatannya dan tidak lupa untuk mencatatnya.
g).Tujuan: dalam kegiatan-kegiatan yang diamati bisa
juga terlihat tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh para pelakunya sebagaimana
terwujud dalam bentuk tindakan-tindakan dan ekspresi muka dan gerak tubuh atau
juga dalam bentuk ucapan-ucapan dan ungkapan-ungkapan bahasa.
h).Perasaan: pelaku-pelaku juga dalam kegiatan dan
interaksi dengan sesama para pelaku dapat terlihat dalam mengungkapkan perasaan
dan emosi-emosi mereka dalam bentuk tindakan, ucapan, ekspresi muka dan gerakan
tubuh. Hal-hal semacam ini juga harus diperhatikan oleh si peneliti.
Dari
berbagai pendapat beberapa tokoh tentang pengamatan (observasi) maka dapat
disimpulkan bahwa pengamatan (observasi) dalam konteks penelitian ilmiah adalah
studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada
suatu tujuan dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau
sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan memperhatikan
syarat-syarat penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Agar
hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya maka hasil
pengamatannya hendaknya dibandingkan dengan hasil pengamatan peneliti lain
tentang orang atau fenomena yang sama dan dalam situasi yang sama pula. Dapat
juga dilakukan dengan mengulangi pengamatannya atau melengkapi dengan
menggunakan teknik lain misalnya wawancara dan lain-lain. Atau dapat pula
dilakukan dengan membandingkan dengan hasil pengamatan dari significant others.
Jelaslah bahwa prinsip triangulasi dalam penelitian kualitatif harus
ditegakkan.
Pendekatan
yang sistematis dalam observasi dikelompokkan pada berdasarkan pertanyaan ini :
1. Di
mana observasi di lakukan ?
2. Apa
yang diobservasi ?
3. Bagaimana
observasi di lakukan ?
4. Bilamana
observasi dilakukan ?
Situasi
observasi digolongkan menjadi tiga macam situasi atau setting, yakni :
1. Observasi
medan atau alamiah ( field setting ), yakni observasi di lapangan atau kancah
atau di tempat yang sesungguhnya. Misalnya,
Contoh
: observasi anak di rumahnya, di sekolahnya, atau di tempat bermain anak-anak,
observasi klien di rumah sakit atau klinik.
2. Observasi
simulative ( simulated setting ), yakni observasi dengan simulasi situasinya.
Artinya situasi observasi bila individu mendapat suatu simulasi (tiruan) atau
rangsangan untuk memperoleh tingkah laku tertentu
Contoh
: situasi kerja atau situasi tes ( tidak seluruhnya di kendalikan ).
3. Observasi
laboratories (laboratory setting), ialah observasi dengan situasi laboratrium,
sehingga situasinya dapat dikendalikan sepenuhnya oleh observer.
Jenis
observasi menurut pengamatan dari suatu perilaku
1. Observasi
sampel peristiwa ( even – sampling ), yakni hanya mengamati beberapa sampel
tingkah laku pada suatu saat tertentu.
Contohnya
: observasi tingkah laku kerjasama atau agresi pada waktu anak sedang bermain
bersama dengan teman-temannya di rumah atau di sekolah.
Flanagan
(1954) membuat prosedur “ critical technique “ dihubungkan dengan “ event
sampling “ dalam teknik (prosedur) ini observer mencatat segala tingkah laku
yang ada – yang baik dan yang buruk dalam suatu metode tertentu.
Contohnya
: seorang pengawas mencatat tingkah laku spesifik dan karakteristik kerja
tertentu yang menghasilkan hasil kerja yang efektif dan tidak efektif.
2. Observasi
sampel waktu ( time sampling ), yakni mengamati dan mencatat apa saja yang
dilakukan individu dalam waktu tertentu.
Contohnya
: dalam suatu tim bermain basket, seorang observer mengamati seorang pemain
selama 10 menit dan mencatat apa saja yang dilakukan pemain yang diamatinya
tadi.
Jenis
observasi menurut posisi observer dibedakan menjadi dua macam.
1. Observasi
non-partisipan, di sini posisi observer sebagai penonton, semacam ada di luar
yang diamati. Observer tidak ikut serta dalam kegiatan individu yang
diobservasi. Observasi benar-benar berfungsi sebagai penonton, pengamat dan
mencatat tingkah laku yang di observasi.
2. Observasi
partisipan, di sini posisi observer turut serta dalam kegiatan individu yang di
obsrvasi. Cara ini untuk memperoleh tingkah laku individu yang alamiah atau
wajar, tidak dibuat-buat, tidak dilantasi oleh rasa curiga atau perasaan sedang
diamati.
Contohnya
: mengobservasi permainan anak-anak, maka observer turut bermain dengan
anak-anak tadi.
Kelemahan
di observasi partisipan adalah, jika observer diketahui sebagai peneliti, maka
tingkah laku individu dapat berubah,anak-anak dapat menjadi curiga kepada
observernya.
Dibawah
ini kolom mengenai Observasi partisipan dan non-partisipan
Observasi non-partisipan
|
Observasi partisipan
|
• obsever tidak ikut serta
dalam kegiatan yang dilakukan oleh observe. Observer berlaku sebagai penonton
•Kelemahan: perilaku observe
tidak wajar bila merasa dirinya diamati. Karenanya observer harus mengatur
agar situasinya tidak formal, pencacatan tidak menyolok.
•Metode ini sebagai pelengkap
metode lain.
|
• metode ini untuk mengatasi
kelemahan metode obs. Non partisipan
•Observer ikut serta dalam
kegiatan yang dilakukan observer
•Dengan partisipasi observer,
maka observe tidak merasa kalau dirinya sedang dinilai, sehingga tingkah
lakunya wajar
•Observer harus memiliki
kemampuan teknis dasar-dasar teori yang melatar belakangi penelitiannya
|
Jenis
observasi dilihat dari segi pencatatan hasil
1. Observasi
dengan pencatatan langsung ( immediate recording ), artinya segera setalah
observasi dilakukan atau ketika pengamatan sedang berlangsung, observasi
membuat catatan-catatan yang diperlukan. Hanya, jika pencatatan ini diketahui
oleh individu yang diamati dapat mempengaruhi tingkah laku selanjutnya.
2. Observasi
dengan pencatatan retrospektif (retrospective recording), yaitu pencatatan
dilakukan setelah observasi selesei. Tetapi perlu di ingat, cara ini akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lupa dari observer.
Data
observasi dapat diperlukan sebagai data kualitatif, yaitu berupa
catatan-catatan verbal non-angka. Data yang berupa angka-angka disebut data
kualitatif, yakni yang dihasilkan oleh skala observasi, misalnya Impatient
Multidimensional Psychiatric Scale dari Lorr (1962).
Dengan
skala observasi dapat dicatat bermacam-macam tingkah laku pasien (dalam
klinik), misalnya apakah mental pasien Nampak enak, kaku, rawan, atau cara
bicaranya lambat gagap, cepat dan sebagainya. Beberapa contoh skala observasi
adalah sebagai berikut.
|
|
Skala Angka :
_ _ _ _ _ 1.
Sangat membenci semua orang
_ _ _ _ _ 2.
Membenci semua orang
_ _ _ _ _ 3.
Sikap bermusuhan
_ _ _ _ _ 4.
Kadang-kadang bersikap social
_ _ _ _
5. Ramah tamah
_ _ _ _ _ 6.
Bersahabat
_ _ _ _ _
7.Sangat bersahabat
Skala Ajektif :
Senang
berpertualang _ _ _
Agresif _
_ _
Ramah
tamah _ _ _
Dapat
dipercaya _ _ _
Pemberang _ _ _
Sukar bergaul _ _
Dapat
dipercaya _ _ _
Bersahabat _ _ _
Dingin/kaku _ _ _
Perusuh _ _ _
Pembohong _ _ _
Kikir _ _ _
Dermawan _ _ _
Keras
kepala _ _ _
Pemalas _ _ _
Tekun _ _ _
Penurut _ _ _
Dan
sebagainya _ _ _
c).
Beberapa Kelemahan Metode Observasi
1. Halo
efek pengaruh kesan pertama atau kesan luarnya saja
2.
Hawthorn Effect, adalah
suatu tendensi tingkah laku akan di atur menjadi nampak berbeda dari kondisi
yang alamiah dan nampak menjadi lebih baik (diriset di Western Electric
Hawthorn oleh Roethlisberger & Dickson, 1939).
3. Refleksi
observer, yakni struktur kepribadian observer turut bepengaruh dan bermain
dalam hasil pengamatannya tehadap objek yang diobservasi.
d).Iri-ciri
Observasi
1).Persyaratan
lain disamping diterapkannya prinsip triangulasi, maka agar hasil observasi
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya perlu adanya latihan untuk melakukan
observasi, dan telah dimilikinya secara mantap pengetahuan teoritis atau
konseptual dalam bidang atau masalah yang diobservasi oleh si peneliti. Atau
dengan kata lain peneliti telah memiliki kepekaan teoritis (theoretical
sensitivity).
2).Pengamatan
dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian kualitatif karena
mempunyai keunggulan sebagai berikut:
a).Pengamatan
yang dilakukan sendiri oleh si peneliti dapat diperoleh kebenaran yang
meyakinkan, karena si peneliti dapat secara langsung mengecek kebenaran
informasi.
b).Pengamatan
memungkinkan si peneliti mampu memahami situasi yang rumit yaitu jika si peneliti
ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus atau tingkah laku yang
kompleks.
c).Dengan
pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat
perilaku dan kegiatan sebagaimana yang sebenarnya.
3).Dalam
kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan,
pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat, misalnya mengamati bayi yang
belum dapat berbicara, atau mengamati orang yang menderita cacat; tuna
rungu/tuna wicara, tuna netra, dan lain-lain.
Perlu
mendapatkan perhatian bagi peneliti muda (mahasiswa S-1 yang sedang menyusun
Skripsi dengan pendekatan kualitatif) tujuan pengamatan adalah menangkap makna
fenomena sebagaimana pemahaman subjek yang diteliti terhadap fenomena tersebut.
Merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek yang diteliti, bukan apa
yang yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti.
4).Menggaris bawahi pendapat Poerwandari
(1998: 62) yang menyatakan bahwa pengamatan diarahkan pada kegiatan
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut. Ini berarti
pengamatan harus dilakukan dengan teliti dan cermat, dengan demikian pengamatan
tidak dapat dilakukan secara bersamaan dengan wawancara, karena tidak mungkin
pengamatan yang dilakukan bersamaan waktu dengan wawancara akan mendapatkan
hasil teliti dan cermat.
5).Mengacu
pendapat dari Kerlinger (1986 terjemahan Simatupang, 1990: 857) yang menyatakan
pengamatan dalam konteks penelitian kualitatif situasi yang diamati harus
realistik dan alami (naturalistik), maka pendapat Banister dkk (1994 dalam
Poerwandari, 1998: 62) yang menyatakan observasi dapat berlangsung dalam
konteks laboratorium (eksperimental) maupun konteks alamiah, maka pernyataan
bahwa observasi dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental)
harus diartikan observasi tersebut dilakukan dalam rangka penelitian
kuantitatif. Disini eksperimen direncanakan dan dilaksanakan oleh si peneliti.
Subjek yang diteliti dalam eksperimen penelitian kuantitatif berperan sebagai
objek eksperimen. Observasi dapat pula dilakukan dalam penelitian kualitatif
apabila eksperimen disusun dan dilakukan oleh peneliti lain, si peneliti
mengamati subjek yang diteliti dalam eksperimen tersebut dalam situasi apa adanya.
Subjek yang diteliti tidak menjadi objek eksperimen dan tidak tahu kehadiran
observer (eksperimen dengan laboratorium berkaca).
6).Agar
dapat berfungsi sebagai metoda dalam penelitian ilmiah pengamatan harus
dilakukan sesuai persyaratannya. Apabila hal tersebut dilakukan maka akan
memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan (Suparlan, 1994:
62). Peneliti dalam penelitian ilmiah dengan menggunakan teknik pengamatan
harus memperhatikan 8 (delapan) hal, yaitu: a) ruang atau tempat, b) pelaku, c)
kegiatan, d) benda-benda atau alat-alat, e) waktu, f) peristiwa, g) tujuan, h)
perasaan subjek yang diteliti.
7).Mengacu
pendapat beberapa penulis Flick (2002: 136) menyatakan terdapat 7 (tujuh) tahap
dalam pelaksanaan observasi, yaitu:
a).Melakukan seleksi
terhadap setting penelitian.
b).Mendefinisikan
apa yang dapat didokumentasikan dalam observasi dan dalam setiap kasus.
c).Melakukan
latihan bagi peneliti tentang aturan-aturan yang harus ditaati dalam melakukan
pengamatan sesuai fokus-fokus penelitian yang direncanakan.
Catatan penulis: fokus
penelitian dapat berubah sesuai kondisi dilapangan.
d).Mendiskripsikan apa
yang akan dilakukan dilapangan.
e).Memokuskan observasi
pada aspek-aspek yang relevan dengan pertanyaan penelitian.
f).Menyeleksi apa yang
diobservasi dengan mengutamakan aspek-aspek pokok.
g).Mengakhiri
observasi apabila tujuan observasi telah tercapai artinya apa yang akan
diobservasi tidak dapat dikembangkan lagi karena telah sesuai dengan teori yang
mendasari, dan tidak akan mendapatkan data-data baru lagi yang memberikan
pengetahuan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar